Selasa, 13 Maret 2012

Putusnya Komunikasi dan Pemberontakan Anak

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Komunikasi selalu digunakan dan mempunyai peran yang penting dalam segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Setiap saat manusia berpikir, bertindak dan belajar menggunakan komunikasi. Kegiatan komunikasi dilakukan dalam berbagai macam situasi, yaitu intra pribadi, antarpribadi, kelompok dan massa. Hal ini dapat diartikan bahwa komunikasi dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yng ada kaitannya dengan masalah hubungan. Atau dapat diartikan bahwa komunikasi adalah saling menukar pikiran atau pendapat.
Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi manusia. Karena tanpa komunikasi, interaksi antarmanusia, baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi tidak mungkin terjadi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh manusia berlangsung dalam situasi atau tingkatan komunikasi antarpribadi. Secara teoritis, komunikasi antarpribadi oleh Joseph A. Devito (1989) diartikan sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. sedang bercakap-cakap. Tingkatan komunikasi antarpribadi dapat ditemui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi.
Dalam keluarga, komunikasi merupakan suatu keniscayaan. Ada beberapa unsur yang membuat komunikasi itu begitu penting. Misalnya, komunikasi merupakan pengisi kebutuhan anak yang hakiki. Jadi tanpa komunikasi anak akan bertumbuh dalam kehampaan dan orang yang besar dalam keluarga di mana banyak orang yang tidak mengajaknya bicara dan tidak ada yang menstimulasinya, sedikit banyak akan membuat si anak misalnya kesepian atau merasa dirinya kosong atau bermasalah dalam mengambil inisiatif, sehingga dia menjadi anak yang relatif pasif. Semua itu adalah hal-hal yang bisa terjadi dalam keluarga di mana ada masalah komunikasi. Dalam paper ini saya akan menyoroti  kaitannya dengan pemberontakan anak. Kita semua menyadari bahwa di dalam keluarga, komunikasi memang penting. Tetapi kadang-kadang yang namanya berkomunikasi juga bisa mengalami kesalahan, sehingga timbul masalah yang besar termasuk terhadap anak-anak.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dapat menimbulkan anak menjadi pemberomtak?
2. Bagaimana dampak pada anak yang keluarganya kurang sering berkomunikasi?
3. Bagaimana cara penanganan agar komunikasi dalam keluarga tetap lancar dan tidak menjadikan anak memberontak?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui sebab timbulkan pemberontakan.
2. Untuk mengetahui dampak pada anak yang keluarganya kurang sering berkomunikasi.
3. Untuk mengetahui cara penanganan agar komunikasi dalam keluarga tetap lancar dan tidak menjadikan anak memberontak

1.3.2 Manfaat
1. Dapat mengetahui mengetahui sebab timbulkan pemberontakan.
2. Dapat mengetahui mengetahui dampak pada anak yang keluarganya kurang sering berkomunikasi.
3. Dapat mengetahui mengetahui cara penanganan agar komunikasi dalam keluarga tetap lancar dan tidak menjadikan anak memberontak.






BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Hal-hal yang Dapat Menimbulkan Anak Menjadi Pemberomtak
Ketika dalam keluarga ada masalah di mana antara orang tua dan anak tidak bisa berkomunikasi dengan baik,  bisa menimbulkan pemberontakan.  Ada sekurang-kurangnya dua hal yang bisa kita soroti. Yang pertama adalah hilangnya komunikasi berpotensi membuat anak merasa tidak didengarkan. Jadi apa yang disampaikan berlalu begitu saja atau malah lebih buruk lagi, ia tidak mau mengatakan apa-apa lagi sebab dia merasa percuma. Jadi karena dia merasa apa yang disampaikan juga tidak disambut dan tidak ditanggapi, maka lain kali tidak perlu bicara lagi karena tidak akan didengarkan. Rasa tidak didengarkan adalah bahan yang membuat anak memberontak, karena dia merasa seperti berhadapan dengan tembok sehingga untuk menembusnya dia harus menabrak dan menghancurkan tembok itu. Inilah salah satu bentuk pemberontakan. Jadi kita bisa melihat misalnya dari yang sederhana dulu, waktu berbicara dengan orang tua, dia akan beremosi, dia akan berteriak, itu adalah wujud dari pemberontakan yang menyatakan keinginan dia untuk bisa menghancurkan tembok itu karena dia merasa bicara perlahan tapi tidak didengarkan, tidak dituruti yang dia inginkan, tidak dipertimbangkan usulannya. Sehingga dia mesti meninggikan suara dengan emosi yang lebih kuat, seolah-olah semua itu adalah bentuk-bentuk usaha untuk menghancurkan tembok tersebut. Ini yang awalnya biasa terjadi. Tapi itu tidak terjadi dengan seketika, artinya buruknya suatu komunikasi merupakan suatu proses yang memang dari awal kita sudah bermasalah dengan anak ini.
Biasanya kalau dalam keluarga, kita katakan tidak ada masalah sepertinya tidak mungkin, sebab di setiap keluarga ada masalahnya, namun ada perbedaan antara satu keluarga dengan keluarga yang lain dalam hal komunikasi. Jadi kalau dalam keluarga ada komunikasi, artinya anak itu terbiasa mengutarakan pendapat secara terbuka kepada orang tua, demikian juga orang tua kepada anak, kalau pun ada masalah maka kita akan melihat bahwa kedua belah pihak masih dapat berbicara. Dua-duanya mungkin masih tetap jengkel, masih tetap tidak suka, tidak setuju dan sebagainya tapi dua-duanya masih bisa berkomunikasi. Kuncinya adalah yang sudah saya sebut tadi yaitu anak merasa kalau dia didengarkan. Jadi selama kita bisa menanamkan ini sejak kecil bahwa ia didengarkan dan pendapatnya cukup layak untuk dipertimbangkan maka kalau nanti di masa-masa remaja, anak-anak itu mulai memberontak setidak-tidaknya jalur komunikasi itu masih ada. Kenapa ada kasus-kasus di mana anak itu memberontak terlalu parah ? Itu dikarenakan tali komunikasi sudah putus, sehingga seolah-olah anak itu harus menggedor-gedor pintu rumah orang tuanya agar didengarkan, agar pendapatnya itu dianggap penting.

2.2 Dampak Pada Anak yang Keluarganya Kurang Sering Berkomunikasi
Komunikasi itu adalah sesuatu yang penting dan akan diwariskan kepada anak. Jadi kalau ada yang tidak bisa berkomunikasi dengan baik antara suami dan istri, itulah yang akan diwariskan kepada anak-anak kita. Atau karena hubungan kita dengan anak tidak baik sehingga jarang adanya komunikasi, akibatnya anak harus bertumbuh besar dalam rumah di mana dia akan kehilangan kesempatan belajar untuk berkomunikasi. Saya berikan contoh, waktu dia melihat orang bersitegang dan tidak sependapat tapi dia melihat orang tua itu berbicara. Maka tanpa disadari sebetulnya dia tengah belajar bagaimana berkomunikasi dan menyelesaikan perbedaan pendapat. Lain kali ketika dia sudah besar apalagi waktu dia berkeluarga, dia menghadapi persoalan yang serupa, tanpa disadari apa yang dia lihat dan alami dulu sudah mengendap di dalam dirinya sehingga itu yang nanti bisa dia gunakan, dia melihat misalkan orang tuanya malam ini tidak bisa mencapai titik temu, tapi kemudian esok hari mulai berbicara lagi sehingga akhirnya nanti di hari ketiga barulah mencapai titik temu. Sedikit banyak ini menjadi pelajaran baginya, kalau nanti tidak mendapat titik tengah maka akan dicoba lagi, mungkin hari pertama tidak berhasil maka coba lagi di hari kedua dan hari ketiga. Bandingkan dengan kalau orang tua dengan anak tidak bisa berkomunikasi dengan baik, ribut, bertengkar dan kemudian berhenti sampai di situ, maka anak akan berkata, "Jadi caranya seperti itu, maka lain kali saya juga akan seperti itu dengan suami atau istri saya, kalau berbicara dan tidak ada titik temunya maka saya akan berhenti dan tidak meneruskan, mendiamkan saja". Jadi sekali lagi waktu anak harus hidup di dalam keluarga yang miskin komunikasi, ia pun harus kehilangan pembelajaran penting yaitu bagaimana berkomunikasi dengan benar. Dan inilah yang akan dicegah. Terkadang di dalam berkomunikasi ada anak yang meledak-ledak, berbicara keras dan menyatakan ketidakpuasannya. Tapi justru ada anak remaja yang malah menutup komunikasi dengan cara tidak berbicara, mengurung diri dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa ada anak yang lebih ekstrovert dan ada anak yang lebih introvert, sudah tentu anak yang ekstrovert akan lebih mudah diajak berkomunikasi. Anak yang introvert akan lebih cepat menyerah. Bagi anak introvert  kalau dia merasa sudah tidak ada lagi gunanya maka dia akan berhenti dan tidak mau lagi meneruskannya. Namun meskipun anak itu berbeda tapi kuncinya adalah apakah dari awal orang tua bersedia mendengarkan dia. Yang membunuh komunikasi antara orang tua dan anak dan akhirnya mendorong dia untuk memberontak terhadap orang tua adalah karena orang tua mendapati tembok di rumah, dan dia merasakan apa yang dia katakan seperti memantul kembali, tidak bisa masuk ke dalam diri orang tua, orang tua tidak mengambil waktu untuk memikirkan pendapat si anak. Jadi misalkan anak itu berbeda dengan orang tua, kecenderungan orang tua adalah marah. Hal-hal seperti ini akhirnya akan membuat anak berpikir percuma. Dan suatu kali ada waktu di mana dia tidak tahan lagi dan mengeluarkan emosinya, berontak dan meledak. Bisa kita simpulkan bahwa  mulai anak kecil orang tua harus menjalin percakapan untuk terbuka. Kalau pun orang tua tidak setuju, sedapatnya jangan terburu-buru dengan cepat melarang dengan berkata, "Tidak, jangan" dan sebagainya. Kalau pun pemikirannya aneh dan sebagainya maka orang tua setidaknya mencoba untuk mengatakan, "Mari kita pikirkan terlebih dahulu" atau memberi jawaban-jawaban yang rasional. Sebagai orang tua mesti berhati-hati dan jangan merasa diri lebih tahu dan merasa benar, sehingga harus selalu didengarkan dan akhirnya orang tua luput untuk mendengarkan anak.

2.3 Cara Penanganan Agar Komunikasi dalam Keluarga Tetap Lancar dan Tidak Menjadikan Anak Memberontak
Cara penanganan agar komunikasi dalam keluarga tetap lancar dan tidak menjadikan anak memberontak adalah yang pertama, bisa tidak bisa sebagai orang tua harus bersedia memperbaiki komunikasi. Jika tidak berhasil, maka orang tua harus segera mencari pertolongan pihak ketiga yakni seorang konselor keluarga. Orang tua jangan berpikir untuk mendiamkannya, "Siapa tahu lain kali akan membaik dengan sendirinya," tidak seperti itu tapi orang tua harus berusaha. Kalau sudah berusaha dan berusaha, tapi tetap tidak menemukan jalan keluarnya maka jangan ragu untuk meminta bantuan. Sebagai orang tua yang mengusahakan percakapan, mengajak anak untuk berbicara lagi atau bertanya kepadanya, kadang-kadang mengalami kendala karena orang tua merasa, "Kenapa inisiatif dari kita saja, kenapa dari pihak dia tidak," kalau orang tua tidak mengajak bicara dan memunculkan percakapan maka tidak akan terjadi percakapan yang penting atau mendalam, percakapannya seringkali hanya biasa-biasa saja, "Tapi mengapa harus selalu dari orang tua". Orang tua selalu mengingat bahwa ini adalah tugas kita, kalau bukan tugas kita maka siapa. Memang orang tua harus merendahkan diri dan mengorbankan harga diri, tapi tidak mengapa sebab sekali lagi kalau bukan dari orang tua kemudian mau siapa. Ini adalah anak kita maka sedapatnya dengan pertolongan Tuhan, kita harus terus menjangkaunya, menariknya dan mengajaknya berbicara. Yang kedua adalah komunikasi dengan anak tidak harus menunggu sampai komunikasi di antara kita membaik. Langkah pertama adalah mengajaknya bicara hati ke hati dan meminta maaf kepadanya akan kurangnya komunikasi yang telah terjadi selama ini. Akui kepadanya bahwa selama ini memang kita kurang mendengarkannya. Akui dan terima pula kemungkinan bahwa sekarang ia tidak lagi berminat untuk berkomunikasi dengan kita. "Menerima" di sini berarti menerima keputusannya untuk tidak berkomunikasi dan menunggunya hingga ia siap. Orang tua tidak dapat memaksanya untuk berkomunikasi. Namun, sampaikan pula kepadanya bahwa kendati ia tidak lagi berminat, kita tetap ingin belajar dari kesalahan di masa lampau. Jadi, tanyakan kepadanya apakah yang telah dilihat dan dialaminya selama ini agar kita dapat memerbaiki diri. Cara terakhir yaitu orang tua harus menunjukkan usaha memperbaiki keadaan, jangan sampai anak merasa bahwa apa yang telah disampaikan hanya berlalu begitu saja karena nantinya dia tidak akan bersedia kembali menjalin komunikasi. Ketika anak melihat usaha orang tua menanggapi masukannya, mencoba untuk mendengarkannya, berbuat sesuai yang dia inginkan, besar kemungkinan suatu hari kelak dia akan membuka pintu komunikasi dengan orang tua. Jadi kuncinya adalah dia melihat kesungguhan orang tua bahwa orang tua membuka pintu komunikasi bukan untuk menguasainya, tapi justru untuk memerbaiki relasi dengan dia.


BAB 3. KESIMPULAN

3.1    Kesimpulan
1.    Hilangnya komunikasi berpotensi membuat anak tidak didengarkan. Apa yang disampaikannya berlalu begitu saja atau malah lebih buruk lagi, ia tidak lagi mau mengatakan apa-apa sebab ia merasa percuma. Rasa tidak didengarkan adalah bahan yang dapat membuat anak memberontak. Ia merasa seperti berhadapan dengan tembok sehingga untuk menembusnya, ia harus menabrak dan menghancurkan tembok itu. Inilah pemberontakan.
2.    Sewaktu anak harus hidup dalam keluarga yang miskin komunikasi, ia pun akan harus kehilangan pembelajaran penting yaitu bagaimana berkomunikasi dengan benar. Alhasil ia miskin keterampilan berkomunikasi. Manakala sesuatu mengganggunya, ia tidak paham bagaimana mengutarakannya dengan benar. Ia tidak tahu bagaimana menyikapi perbedaan pendapat atau meminta sesuatu dengan benar. Akhirnya cara yang dikembangkannya adalah menerjang atau memberontak. Apa yang dikatakan orang tua bila tidak disukainya akan dilawannya sebab inilah satu-satunya cara yang diketahuinya.
3.    Cara Penanganannya adalah
•    Tidak bisa tidak, sebagai orang tua, harus bersedia memperbaiki komunikasi. Jika tidak berhasil, orang tua harus segera mencari pertolongan pihak ketiga yakni konselor keluarga.
•    Komunikasi dengan anak tidak harus menunggu sampai komunikasi di antara orang tua dan anak membaik. Langkah pertama adalah mengajaknya bicara hati ke hati dan meminta maaf kepadanya akan kurangnya komunikasi yang telah terjadi selama ini. Akui kepadanya bahwa selama ini memang kita kurang mendengarkannya. Akui dan terima pula kemungkinan bahwa sekarang ia tidak lagi berminat untuk berkomunikasi dengan orang tua. "Menerima" di sini berarti menerima keputusannya untuk tidak berkomunikasi dan menunggunya hingga ia siap. Orang tua tidak dapat memaksanya untuk berkomunikasi. Namun, sampaikan pula kepadanya bahwa kendati ia tidak lagi berminat, kita tetap ingin belajar dari kesalahan di masa lampau. Jadi, tanyakan kepadanya apakah yang telah dilihat dan dialaminya selama ini agar kita dapat memerbaiki diri.
•    Terakhir, orang tua harus menunjukkan usaha memperbaiki keadaan. Jangan sampai ia merasa bahwa apa yang telah disampaikannya berlalu begitu saja. Mungkin ia belum bersedia kembali menjalin komunikasi sekarang, namun jika ia melihat usaha orangtua menanggapi masukannya, besar kemungkinan suatu hari kelak ia akan membuka pintu komunikasi dengan orang tua.




















DAFTAR PUSTAKA

DeVito, Joseph A. 1994. Human Communication : The Basic Course. New York: Harper Collins Publishers.
Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Gunadi, Paul. 2008. Pemberontakan Anak. http://www.telaga.org/audio/putusnya_komunikasi_dan_pemberontakan_anak.htm, (30 Maret 2011)
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Widjaja, H. A. W. 2000. Ilmu Komunikasi: Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar